"Perjalanan Pdt. H.O.H. Awuy: Dari Guru hingga Pemimpin Gereja"
PROFIL


Hidupnya adalah contoh nyata dari kesetiaan, ketekunan, dan keberanian mengikuti panggilan Tuhan meski harus melewati berbagai tantangan. Dedikasinya dalam pelayanan gereja dan menunjukkan betapa besar pengaruh pendidikan dalam membentuk karakter seseorang dalam menjalani panggilan hidupnya.
Foto: Istimewa
Pdt. Hendrik Otto Herman Awuy adalah seorang tokoh yang perjalanan hidupnya mencerminkan dedikasi luar biasa dalam menjalani panggilan Tuhan. Lahir pada 31 Oktober 1937 di Jakarta, Awuy dibesarkan dalam lingkungan yang sangat menghargai pendidikan. Ayahnya adalah seorang pengajar, yang menjadi inspirasi bagi dirinya sejak dini. Saat masih kecil, Awuy sudah bernazar untuk menuntut ilmu di Sekolah Alkitab, namun tak serta merta bisa mewujudkannya. Sebelum memenuhi panggilan tersebut, ia terlebih dahulu menjalani pendidikan formal di bidang keguruan, yang ternyata memberi pengaruh besar bagi perjalanan hidupnya kelak.
Pdt. Awuy menempuh pendidikan di Fakultas Kejuruan dan Pendidikan, namun tak selesai karena situasi zaman yang penuh gejolak. Meski demikian, pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dalam dunia pendidikan, dari sekolah menengah hingga kuliah, membentuk fondasi kuat bagi peran yang akan dijalaninya di masa depan. Panggilan Tuhan untuk terjun dalam pelayanan mulai dirasakannya begitu mendalam. Pdt. Awuy, yang memiliki jiwa kepemimpinan, akhirnya memutuskan untuk memasuki Sekolah Alkitab di Langoan, Sulawesi Utara, pada tahun 1964.
Namun, perjalanan hidupnya tidaklah linier. Sebelum memasuki dunia pelayanan secara penuh, Pdt. H.O.H. Awuy sempat menempuh pendidikan militer dan meraih pangkat Pembantu Letnan. Bahkan, ia memegang pleton combat dan melayani di militer selama tiga tahun. Dalam kondisi ini, bisa saja karier militernya berkembang lebih tinggi, tetapi panggilan Tuhan lebih kuat. Dengan keyakinan teguh, ia meninggalkan dunia militer dan memilih untuk melayani Tuhan di Sekolah Alkitab.
Setelah menamatkan pendidikannya, Pdt. Awuy diangkat menjadi guru di sekolah yang sama tempatnya belajar. Karirnya mulai berkembang saat ia dipercaya untuk mengajar. Tak lama setelah itu, ia mendapat tugas pelayanan pertama di GPdI Kawangkoaan, di bawah kepemimpinan Pdt. Suryoto. Di sana, ia melayani sebagai pengerja selama tiga tahun. Selanjutnya, ia kembali diminta oleh Sekolah Alkitab untuk bekerja sama dengan Pdt. Peterson dalam menerjemahkan buku-buku Alkitab dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, yang dilakukannya dengan penuh dedikasi.
Pdt. H.O.H. Awuy kemudian ditugaskan di beberapa tempat, termasuk di Tombasian Atas, kampung halamannya, di mana ia melayani selama dua tahun. Tugas demi tugas, meski kadang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tidak membuatnya merasa kecewa. Sebaliknya, ia selalu taat dan patuh kepada pimpinan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Keuletan dan ketekunan inilah yang membawa kariernya semakin menanjak. Dari seorang pengerja, ia kemudian dipercayakan menjadi gembala jemaat di Desa Kanonang pada tahun 1968 hingga 1971.
Di Desa Kanonang, ia juga memutuskan untuk menikahi kekasihnya, Vonny, pada 25 Oktober 1968. Perjalanan karier Pdt. H.O.H. Awuy terus berkembang, dan pada 1971 hingga 1973, ia dipindahkan ke Desa Sukur di Minahasa. Di sana, ia turut berperan besar sebagai Sekretaris Majelis Daerah GPdI Sulawesi Utara dan Ketua Umumnya, Pdt. Pandelaki.
Puncak kariernya tercapai saat ia menjadi gembala di GPdI Tondano antara 1975 hingga 1993, dan pada 1981, ia diangkat sebagai pemimpin para Pendeta GPdI se-Sulut. Karier pelayanan beliau semakin meluas ketika pada 1993 hingga Maret 2012, ia ditugaskan menjadi gembala di GPdI Pusat Manado. Dalam segala posisi yang dijalaninya, Pdt. H.O.H. Awuy dikenal dengan keteladanan, kepemimpinan yang bijaksana, dan semangat untuk terus melayani Tuhan.
Pdt. H.O.H. Awuy meninggal dunia pada 12 Maret 2012, meninggalkan warisan pelayanan yang tak ternilai. Hidupnya adalah contoh nyata dari kesetiaan, ketekunan, dan keberanian mengikuti panggilan Tuhan meski harus melewati berbagai tantangan. Dedikasinya dalam pelayanan gereja dan menunjukkan betapa besar pengaruh pendidikan dalam membentuk karakter seseorang dalam menjalani panggilan hidupnya.
Disarikan dari berbagai sumber