Perpisahan Terakhir: Ketika Otak Memberi Salam Manis di Ujung Hayat

SOLUSI

Nick

1/31/20252 min baca

Illustrasi: AI/Nick

KabarBaik- Di sebuah rumah sakit di Jerman, seorang wanita bernama Anna Katharina Ehmer yang telah mengalami disabilitas mental sepanjang hidupnya mengejutkan semua orang di sekelilingnya. Selama 26 tahun, ia tidak pernah berbicara atau menunjukkan tanda-tanda kesadaran yang jelas. Namun, di saat-saat terakhir sebelum kematiannya, Anna tiba-tiba mulai menyanyikan lagu-lagu dengan suara jernih selama hampir setengah jam. Setelah itu, ia mengembuskan napas terakhirnya. Kejadian ini menjadi salah satu contoh paling mengesankan dari fenomena yang dikenal sebagai terminal lucidity atau kejernihan terminal dikutip dari jurnal penelitian berjudul The death of Anna Katharina Ehmer: a case study in terminal lucidity Nahm, B., Greyson, B. 2010.

Lebih lanjut dalam jurnal itu, terminal lucidity adalah kondisi di mana seseorang yang mengalami gangguan neurologis berat tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda kesadaran yang luar biasa sebelum meninggal. Fenomena ini telah dilaporkan pada pasien dengan berbagai penyakit seperti Alzheimer, skizofrenia, tumor otak, stroke, hingga meningitis. Dalam sebuah tinjauan ilmiah yang dipublikasikan di Journal of Nervous and Mental Disease, disebutkan bahwa kejernihan terminal tidak terbatas pada satu jenis penyakit, tetapi terjadi dalam berbagai kondisi medis yang mempengaruhi otak.

Hingga saat ini, belum ada penjelasan pasti mengenai mekanisme biologis di balik terminal lucidity. Beberapa peneliti menduga bahwa otak mungkin menggunakan jalur neurologis yang berbeda ketika kondisi tubuh sudah mencapai titik kritis. Sebuah studi yang dilakukan oleh para ahli dari University of Virginia menyatakan bahwa fenomena ini mungkin berkaitan dengan pelepasan neurotransmitter secara mendadak atau adanya proses kompensasi terakhir dari otak sebelum kematian.

Di luar kasus Anna Katharina Ehmer, banyak laporan medis yang mencatat kejadian serupa. Misalnya, seorang pasien berusia 85 tahun yang telah mengalami Alzheimer selama lebih dari satu dekade, tiba-tiba dapat berbicara dengan lancar dan mengenali anak-anaknya hanya beberapa jam sebelum meninggal. Hal ini dilaporkan dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan di Neurocase Journal, yang mendokumentasikan beberapa kejadian terminal lucidity pada pasien dengan gangguan degeneratif otak. Hal yang sama juga sempat ramai dibicarakan oleh netizen di Indonesia beberapa waktu lalu, ketika seorang tenaga medis membagikan video tentang kondisi seorang pasien yang mengalami terminal lucidity atau paradoxical lucidity

Bagi keluarga, kejadian ini sering kali menjadi kesempatan emosional terakhir untuk berinteraksi dengan orang yang mereka cintai. Namun, bagi tenaga medis, fenomena ini juga menimbulkan dilema etis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat sedatif (obat yang berfungsi untuk menenangkan, meredakan kegelisahan, dan membantu pasien tidur) pada pasien terminal lucidity dapat menghambat potensi terjadinya momen kejernihan ini, yang membuat banyak dokter mempertimbangkan kembali kebijakan sedasi bagi pasien di fase akhir kehidupan.

Fenomena terminal lucidity adalah pengingat bahwa otak manusia masih menyimpan banyak misteri. Di saat tubuh tak lagi mampu melawan penyakit, otak seolah memberikan satu hadiah terakhir—kesempatan bagi seseorang untuk mengucapkan selamat tinggal dengan kejernihan yang tak terduga. Sebuah perpisahan yang manis, yang meskipun singkat, dapat meninggalkan kenangan yang membekas seumur hidup bagi mereka yang ditinggalkan.

Related Stories