Satu Tungku Tiga Batu: Kunci Kepemimpinan Papua
KABAR HARIAN
Sebuah nilai luhur yang mengajarkan keseimbangan antara adat, agama, dan pemerintahan. Filosofi ini bukan sekadar pepatah, tetapi telah menjadi fondasi kepemimpinan Ali Baham Temongmere, seorang pemimpin yang kini diabadikan dalam buku Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham. Foto: Pewarna ID
KabarBaik, Jakarta – Filosofi "Satu Tungku Tiga Batu" dari Fakfak, Papua Barat, bukan sekadar kearifan lokal, tetapi juga kunci kepemimpinan yang telah teruji. Filosofi ini mengajarkan keseimbangan antara adat, agama, dan pemerintahan—tiga pilar utama dalam menjaga harmoni masyarakat.
Nilai inilah yang menginspirasi kepemimpinan Ali Baham Temongmere (ABT) selama dua tahun menjabat sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat. Sebagai bentuk penghargaan atas dedikasinya, Pemerintah Provinsi Papua Barat meluncurkan buku Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham pada 10 Maret 2025.
Acara bedah bukunya sendiri baru digelar di Hotel Redtop, Jakarta, pada Kamis, 27 Maret 2025. Buku ini mengupas kisah hidup dan kepemimpinan ABT, serta sejarah penting Papua yang jarang diketahui publik.
“Saya tidak tahu isi buku ini secara keseluruhan, mereka (penulis) yang menelusuri dan merangkainya,” ujar ABT dalam sambutannya. “Namun, satu hal yang saya yakini, perjalanan hidup saya adalah hasil didikan orang tua, guru, dosen, ajaran agama, dan adat.”
Disunting oleh Dwi Urip Premono, Wolas Krenak, dan Yusuf Mujiono, buku ini menggali lebih dalam tentang ABT. Dari garis keturunannya yang penuh perjuangan kakeknya melawan kolonial Belanda, sementara ayahnya, Ahmad Temongmere, berjuang dalam Trikora hingga karakter kepemimpinannya yang disiplin dan penuh dedikasi.
“Pak ABT ini seperti cahaya bagi Papua. Kepemimpinannya berbasis budaya dan nilai kemanusiaan, sebuah contoh nyata membangun dengan hati,” ungkap Dr. Marlina Flassy, Ph.D., Dekan Fakultas ISIP Universitas Cenderawasih.
Buku ini juga mengangkat kisah Pulau Wundi di Kabupaten Biak Numfor serta asal-usul lagu Tanah Papua, yang kini menjadi himne masyarakat Papua dan selalu dikumandangkan setelah Indonesia Raya di acara resmi. Tak ketinggalan, peran Papua dalam perjuangan nasional melalui Trikora juga dikupas di dalamnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian Strategis Kemendagri, Yusharto Huntoyungo, menegaskan bahwa ABT bukan hanya pemimpin bagi Papua, tetapi juga sosok yang layak diperhitungkan di tingkat nasional. “Dari Timur banyak pemimpin hebat, termasuk Ali Baham. Kepemimpinannya bisa menjadi contoh bagi generasi mendatang,” katanya.
Sementara itu, Wolas Krenak menyebutkan bahwa buku ini layak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris agar dunia mengenal model kepemimpinan berbasis budaya yang kuat.
Pesan utama dari buku ini adalah bahwa membangun Papua harus dilakukan dengan hati. Tidak cukup hanya membangun infrastruktur, tetapi juga harus memahami dan menghormati budaya serta adat setempat. Filosofi Satu Tungku Tiga Batu menjadi bukti bahwa keberagaman dapat menjadi kekuatan utama dalam membangun daerah.
Acara peluncuran buku ditutup dengan tausiah dan buka puasa bersama, mencerminkan nilai kebersamaan yang selama ini dijunjung tinggi di Tanah Papua. Seperti cahaya fajar dari balik Gunung Mbaham, kepemimpinan Ali Baham Temongmere telah menjadi penerang bagi Papua Barat, membawa semangat persatuan dan keseimbangan dalam setiap langkahnya.