Titus, Pendeta Pertama dari Tanah Sunda

PROFIL

Nick

1/23/20252 min baca

Foto: Istimewa/Nick

KabarBaik- Di bawah bayang-bayang zendeling asing yang mendominasi pelayanan gereja di awal abad ke-20, Titus muncul sebagai sosok bersejarah. Pada tahun 1918, ia ditahbiskan sebagai pendeta pribumi pertama dari Tatar Sunda, sebuah pencapaian yang tidak hanya meneguhkan peran penginjil lokal tetapi juga membuka jalan bagi kemandirian Gereja Kristen Pasundan. Dari seorang penginjil biasa, Titus menjadi simbol kebangkitan iman lokal di tengah tantangan kolonialisme.

Perjalanan panjang menuju momen bersejarah ini bermula pada pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1851, Genootschap voor In- en Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ) didirikan di Jakarta oleh sekelompok tokoh Eropa dan lembaga pekabaran Injil. Salah satu pendirinya, Mr. F.L. Anthing, mengadopsi prinsip revolusioner: mengabarkan Injil kepada masyarakat pribumi melalui penginjil lokal. Dengan visi ini, Anthing membangun pos-pos pekabaran Injil di Jawa Barat, termasuk Kampung Sawah, Pondok Melati, dan Cikuya di Banten, yang dikenal sebagai “Jemaat-jemaat Anthing.”

Misi GIUZ dilanjutkan oleh Nederlandsche Zendelings Vereeniging (NZV) yang mulai aktif di Jawa Barat pada 1862. NZV tak hanya mengirim zendeling untuk mengabarkan Injil, tetapi juga mendirikan sekolah, memberikan layanan kesehatan, dan menerbitkan Alkitab dalam bahasa lokal. Salah satu terobosan penting mereka adalah menerbitkan Alkitab Perjanjian Baru dalam bahasa Sunda pada 1879, yang kemudian disusul oleh penerbitan Alkitab lengkap pada 1891 hasil terjemahan zendeling S. Coolsma dengan bantuan penginjil pribumi.

Pada tahun-tahun itu, peran para penginjil pribumi mulai terlihat. Jemaat-jemaat Kristen di Jawa Barat perlahan tumbuh, termasuk di Cirebon, Bandung, Sukabumi, hingga Majalengka. Tahun 1917 menjadi titik penting lainnya ketika tata gereja yang diberi nama Atoeran Perkoempoelan Orang Kristen di Pasoendan disahkan, memberikan dasar yang kokoh bagi pembentukan Gereja Kristen Pasundan.

Tahbisan Titus sebagai pendeta pribumi pertama pada 1918 menjadi simbol kebangkitan kepemimpinan lokal. Sebelum menjadi pendeta, Titus telah melayani sebagai penginjil di bawah bimbingan zendeling NZV. Penahbisannya menandai era baru bagi jemaat-jemaat Kristen di tanah Pasundan, yang semakin mandiri dan berkembang.

Puncaknya terjadi pada 14 November 1934, ketika Gereja Kristen Pasundan (GKP) resmi berdiri sebagai gereja mandiri, lepas dari kendali langsung NZV. Piagam penyerahan dibacakan di Gedung Gereja Jemaat Bandung, di mana Rad Ageng sebagai badan pimpinan jemaat dilantik. GKP terus tumbuh hingga tahun 1942, saat kepemimpinan gereja sepenuhnya dipegang oleh pribumi karena zendeling Belanda tak lagi bisa beroperasi selama pendudukan Jepang.

Kisah Titus bukan hanya tentang seorang individu, melainkan cerminan perjalanan panjang gereja di tanah Pasundan. Dari penginjil awal seperti Mr. F.L. Anthing hingga berdirinya GKP sebagai institusi mandiri, sejarah ini menunjukkan bagaimana semangat pekabaran Injil terus hidup dan berkembang di tengah tantangan zaman.

Related Stories