Yusuf Mujiono dan Tim Pewarna Indonesia Menelusuri Jejak Peristiwa Cidahu: "Trauma yang Masih Membekas di Hati Warga"

Tiga pekan telah berlalu sejak aksi penyerangan dan pengrusakan sebuah villa di Sukabumi—sebuah peristiwa yang tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga luka psikologis bagi anak-anak yang menjadi korban intimidasi. Dalam suasana yang masih tegang, Yusuf Mujiiono dan tim Pewarna Indonesia datang untuk menyaksikan langsung dampak dari peristiwa ini, sekaligus menggali cerita di baliknya. Apa yang mereka temukan bukan hanya bekas reruntuhan yang sudah diperbaiki, melainkan juga kisah tentang kesalahpahaman, ketegangan sosial, dan pertanyaan besar: bagaimana kebebasan beragama bisa benar-benar dijamin di negeri ini? Simak laporan lengkapnya, termasuk respons ahli hukum yang mendesak perubahan kebijakan agar tragedi seperti ini tidak terulang lagi.

KABAR HARIAN

7/20/20253 min baca

Konten postinganTiga pekan telah berlalu di mana peristiwa pengerusakan sebuah Villa di Desa Tangkil RT 04 RW 01 Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di mana peristiwa penyerangan dan pengusakan itu disertai dengan pengusiran peserta retreat anak-anak ketika itu. Rehabilitasi fisik dan mental bagi anak-anak yang mendapatkan intimidasi sudah berproses. Sementara sudah ditetapkan ada 8 tersangka atas perkara inI.

Yusuf Mujiiono, Ketua Umum Pewarna Indonesia, di damping Albert Muntu, Grolus Sitangang, dan Junyor Parhusip menyempatkan waktu untuk merasa perlu berkunjung dan melihat langsung Villa yang dirusak Warga tersebut.

Jumat 18 Juli 2025 sekitar pukul 07.00 tim Pewarna berangkat dari Jakarta menuju Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. Waktu tempuh dari jalan utama menuju desa Tangkil lebih kurang15 menit. Tiba di Villa jam 9.00 lewat langsung disambut Youngki pengelola villa.

Yusuf menggambarkan situasi lingkungan disekitar villa. Banyak rumah warga dan beberapa pabrik berdiri di wilayah Kecamatan Cidahu. Lingkungannya masih hijau dan sejuk, sekalipun rumah warga sudah begitu padat. Sementara jalan menuju villa tidak rata, sudah banyak kerusakan disana sini dengan beberapa tempat sedang dilakukan pengecoran jalan.

Villa yang berdiri tak jauh kantor polisi sektor Cidahu itu sudah diperbaiki kerusakannya dan telah dalam keadaan seperti semula. Gazebo yang roboh, pot-pot tanaman, dan kaca-kaca jendela yang pecah sudah terlihat rapi kembali.

Kehadiran Yusuf dan Tim diterima langsung keluarga Yongki, di mana sewaktu tim tiba dilokasi pintu gerbang masih tertutup rapat, Junyor salah satu tim mencoba mengetuk gerbang tak lama keluar dari pintu yang kemudian diketahui salah satu pekerja dari warga desa Tangkil.

Setelah mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan kami yang mau bertemu dengan Pak Yongky. Setelah itu anak muda tersebut menemui pak Yongki dan akhirnya tim PEWARNA dipersilahkan masuk ke dalam rumah (Villa).

Pak Yongki kemudian mempersilahkan duduk di ruangan yang cukup besar, setelah mengenalkan tim lalu berlanjut pada mendengar kisah dari Pak Yongki tentang kejadian saat itu hingga situasi terkini. “Saya hanya menceritakan apa yang saya tahu saat kejadian kalau masalah yang lain termasuk masalah hukum itu bukan saya yang berwenang”, ujar pria kelahiran Manado yang juga aktif berpartai ini.

Tentang peristiwa pengrusakan tersebut kisahnya sama dengan berita yang sudah beredar selama ini. "Hanya mau meluruskan saja bantuan seratus juta dari Pak Dedi, memang perintah ibu yang punya vila untuk diberikan untuk sarana-sarana masyarakat termasuk rumah ibadah, tetapi uangnya belum diberikan masih tersimpan. Lantaran masih menunggu situasi terlebih dahulu dan inipun berdasarkan beberapa tokoh masyarakat disini, " demikian penjelasannya.

Diakui dengan munculnya berita tentang akan disumbangkan kembali untuk sarana dan prasarana masyarakat itu menimbulkan sedikit masalah di tengah masyarakat, karena kesalahpahaman saat membaca berita. Dikira uang tersebut sudah diberikan padahal masih menunggu situasi yang tepat dulu kata Yongki. Setelah percakapan beberapa lama rupanya diketahui oleh Babinsa setempat yang kemudian menemuinya.

Menurut Babinsa yang diceritakan Yusuf, pihak babinsa tidak mengetahui adanya pergerakan sejumlah warga yang menggeruduk Villa. Artinya pencegahan tidak mampu dilakukan oleh Babinsa.

Nampak dalam interaksi Yusuf dan Tim terlihat warga yang mengesankan ada kewaspadaan dalam sikap mereka. Beredar rumor bahwa pihak kepolisian masih mencari pelaku dan provokator yang menghasut warga.

Meski demikian sikap warga masih terbilang sopan dan bisa diajak berbincang.

Setelah melihat langsung terbetik beberapa soal yang bisa jadi bahan diskusi. "Saya berencana menggelar Focus Grup Discussion" , yang berlatarbelakang peristiwa Cidahu,", ungkap Yusuf.

"Bagaimana mungkin Kesetaraan dalam berbangsa dan bernegara bisa terwujud bila Peristiwa Cidahu dibiarkan tanpa dijadikan Pelajaran, " cetus Yusuf.

Sekira pukul 14.00 Yusuf meninggalkan Villa Cidahu membawa cerita yang bisa dijadikan bahan perenungan, diskusi dan pengambilan kebijakan agar Persekusi Moderasi Beragama tidak terjadi lagi.

Terkait peristiwa di Cidahu, Cecilia Sianawati, SH, praktisi hukum dan Ketua Umum Indonesia Berdoa, yang menaruh kepedulian besar dengan adanya peristiwa penyerangan ini merespon, bahwa di Indonesia kebebasan beragama dijamin oleh Pasal 29 UUD 1945.

Lebih lanjut Bu Cicil, demikian sapaannya, menyoroti bahwa Indonesia sejatinya telah dikenal sebagai bangsa yang rukun dan menjunjung tinggi semangat gotong royong. Namun, keberadaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 dinilai telah menimbulkan tafsir yang menyimpang dari semangat konstitusi, sehingga menjadi dasar terjadinya persekusi terhadap umat Kristen dan menghambat pembangunan gereja.

Oleh karena itu, beliau mengusulkan kepada Presiden Prabowo agar Perber tersebut dicabut, dengan harapan pembangunan gereja dapat kembali mengikuti ketentuan umum yang berlaku tanpa diskriminasi. Penjaminan kebebasan beragama harus menjadi komitmen negara demi menjaga kerukunan dan keadilan bagi seluruh umat beragama.